Wednesday, April 26, 2017

Throwback SNMPTN, Jalur Undangan.

Ngga. Ga inget dulu tulisan di webnya kaya gimana.

Dulu keterima di FTMD, pilihan kedua. Itupun milih FTMD cuma karena temen bilang "Ki, pilih FTMD aja, disana ada kaka kelasnya" walau dulu ga ngerti maksudnya apa. Ga ada alasan pilih fakultas karena cita-cita dan semacamnya. Pilih ITB karena cuma tau ITB, ga kenal sama PTN lainnya. Asal ngisi form SNMPTN aja.




Abis itu? Nyantai aja. Tidur-tiduran males-malesan sampai hari-H daftar ulang. Pas perpisahan SMA juga maju ke depan. Rasanya bangga bisa lolos, sombong lebih tepatnya.

Ngeselin ? Emang. Nyari hikmah di cerita di atas ? Gaakan ada, si empunya cerita cuma nyombong doang tuh. Haha.

=========================================================================================

Sampai akhirnya tau kalau ternyata ada siswi seangkatan - berprestasi, banyak temen, disayang guru, pekerja keras, sholehah, yang sama-sama ngedaftar di FTMD.

Dia keterima? Ngga. Beliau mengurungkan niatnya untuk kuliah di ITB dan mendaftar di PTN lain. Trauma katanya. Yang keterima di FTMD cuma bocah sombong males kaya gini.

Merasa bersalah? Iya.


Sejak saat itu bertekad kalau mau "menggantikan" mbaknya kuliah di FTMD.
Mengharumkan nama almamater SMA yang cuma di Bandung coret, mengalahkan alumni SMA-SMA yang 
ketika orang denger langsung geger - banyak lulusannya yang masuk ITB.
Raih prestasi setinggi-tingginya. Ngerti sama pelajaran, bukan cuma dihafal. Ajarin yang dimengerti, ga mendem sendiri.
Cari teman yang banyak, ramah sama semua orang. Jangan ngansos, kuliah jangan kuliah doang.
Kerja keras, jangan kebanyakan tidur, kebanyakan nge-game juga, kebanyakan nge medsos pula.
Jadi anak sholeh, jangan pacaran. Awas sholatnya ketinggalan.



Sekarang, keburu lulus, dengan prestasi mentok segitu. Kadang kebayang, kalau mbaknya yang keterima di FTMD, gimana ya? Malu. Pada akhirnya masih suka males-malesan, masih suka tidur di kelas, masih suka deadliner.

Yang pasti, ini takdir terbaik yang Allah kasih.
Kabar mbaknya bagaimana? katanya sih udah nikah (?). Ga kepo juga.



"Pengen balik lagi kuliah ga? Biar bisa lebih maksimal?"

Yang udah berlalu mah biarkan berlalu. Gaada yang menjamin kalau nanti bakal lebih baik lagi - malah bisa jadi makin parah. Disyukuri saja yang sudah terjadi. Paling tidak dapat pelajaran buat ga asal-asalan dalam bikin pilihan. Walau ternyata masih ngeyel juga.


Wallaahu a'lam bishshawwab.

Sunday, April 2, 2017

Wisuda atau Bagi Raport ?

Bismillaah....
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh !

Hai teman-teman, pernah mendengar kalimat seperti judul di atas? Kalimat yang akhir-akhir ini menjadi agak viral di kalangan perguruan tinggi yang sedang merayakan momen wisuda - tampaknya karena ada massa kampus yang niat banget membawa spanduk seperti di bawah:

Asal muasal meme "Wisuda atau Bagi Raport"

Kalau membawa pendamping wisuda (selanjutnya akan disingkat PW) berarti dibilang wisuda, kalau hanya membawa orangtua dan keluarga dibilang bagi raport :))

Tanggal 1 April 2017 lalu, penulis pun mengalami momen wisuda dari suatu institut teknologi di Bandung, dan status penulis bisa dilihat sesuai gambar berikut:


Eh maaf penulis salah unggah, harusnya foto yang ini :

Pendamping Wisuda Penulis

Jadi, status penulis saat 1 April 2017 lalu adalah "Wisuda" ! Yeay~

PW penulis tidak lain dan tidak bukan adalah wanita tercantik di dunia, tak diragukan kemampuan memasaknya, sabar tiada tara, guru-akuntan-istri-ibu-semuajadisatu ! Wanita yang mendebarkan jiwa, merasuk di sukma, terpanut selamanya (penulis sedang berusaha untuk memuji beliau setinggi-tingginya, tapi apa daya wkwk)

Beliau adalah... Ummi* Nurhayati <3

Ummi beserta anak-anaknya dan suaminya, Abi - datang untuk menemani penulis di hari yang kata orang “today is yours”. Banyak teman-teman penulis yang datang memberi selamat ini itu, foto bersama ini itu, tapi mayoritas dari mereka hanya datang di saat yang berbahagia – bahkan sepertinya hanya sedikit yang terbangun di sepertiga malam untuk mendoakan penulis melewati sulitnya masa-masa sebelum wisuda. 

Ingin rasanya.. penulis mengatakan “today is ours” :’)

Keluarga Penulis

Namun bukan berarti penulis tidak menghargai teman-teman yang lain :’) Kalian da best kok! Memang ada saatnya kita senang bersama, susah sendiri *eh bersama maksudnya. Penulis berterima kasih sebanyak-banyaknya untuk pihak yang memberi hadiah, pihak yang cuma minta foto, pihak yang memberi selamat lewat medsos, pihak yang mendoakan secara diam-diam *eh, dan pihak-pihak lainnya :)

Mungkin di lain kesempatan penulis akan membuat tulisan mengenai teman-teman yang datang saat wisuda penulis. In Syaa Allaah.


======================= HIKMAH ===========================

Okay balik lagi ke masalah wisuda atau bagi raport. Beberapa diantara teman-teman mungkin ada yang protes bahwa “Ah penulis bercanda nih, masa bawa keluarga aja dibilang wisudaan, itumah bagi raport!”

Err gini ya teman-teman... Sekilas meme tersebut memang lucu dan penulis pun sempat mem-viralkan quotes tersebut, hingga beberapa menit kemudian teman penulis bernama teh Feranti membagikan meme tersebut dari sudut pandang yang berbeda, yang membuat penulis tersadar dan langsung merasa bersalah.

Respons teh Feranti yang menusuk raga *bukan promosi OA

Dibalik kelucuannya...... rasanya (secara tidak langsung) merendahkan status orang tua penulis. Teman-teman merasa gitu juga, ngga? Seakan-akan orangtua kita itu... ah gitu weh lah, penulis tak bisa menuliskan kata yang tepat untuk menggambarkan hati yang gundah gulana akibat meme ini. Sontak penulis menghapus postingannya dan bertekad untuk menulis blog tentang hal ini... suatu hari nanti... Dan voila ! Jadilah beberapa kalimat dan cerita di atas.

==================================================================

Oh iya karena penulis pernah mengalami hal yang sama.... Bagi teman-teman penulis yang belum wisuda, penulis hanya bisa memberikan semangat! Memang penulis tidak merasakan penderitaan se-lama kalian, tapi penulis juga pernah kok ditinggal wisuda ehe.

Jika butuh curhat atau apapun, teman-teman bisa meminta tolong kepada Allah – Penulis sih mau-mau saja mendengarkan curhatan dan ingiin sekali membantu teman-teman, tapi apa daya kalau penulis hanyalah makhluq yang tidak bisa melakukan apa-apa...

Iyyaaka na’budu – Hanya kepada-Mu lah kami menyembah
Wa iyyaaka nashta’iin – dan hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan

Hayo, minimal 17 kali bilang seperti itu loh~ Semangat semangat !

Sebagai penutup... Penulis berharap semoga kedepannya tidak meremehkan status orang tua yang sudah mendidik kita hingga akhirnya menjadi pribadi yang seperti ini.. Walau tentu masih banyaak sekali kekurangan yang dimiliki, tapi itu munculnya dari diri penulis :’) Terima kasih ya Allaah, Engkau telah melahirkan dan mendidikku melalui keluarga yang saat ini kumiliki. Ampunilah kesalahanku dan kesalahan kedua orang tuaku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.

Terima kasih buat teman-teman yang masih stay tune sama penulis yang ceritanya ga jelas seperti ini :’) Tepuk tangan untuk kalian semua!

Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh

*Ummi (Bahasa Arab) berarti Ibuku dalam bahasa Indonesia, Abi berarti Ayahku. Ummi - Abi adalah panggilan yang dipakai penulis kepada Ayah dan Ibu penulis.