Bismillaah...
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh, calon-calon
jenazah ! :')
Kali ini saya ingin berbagi cerita saya yang benar-benar
*hampir saja* membuat saya menjadi jenazah (lebay). Di suatu hari yang random, saya diajak renang oleh teman saya. Berangkatlah kita ke kolam renang
di pagi yang alhamdulillaah cerah. Tak terasa satu setengah jam berlalu, walau
ngga jago-jago amat dalam berenang, badan lumayan capek (beberapa jam setelah
itu baru nyadar kalau badan capek banget).
Pada saat putaran akhir - dimana badan udah kedinginan, kaki
gemetar, seems like tenaga udah abis, - teman saya ngajak buat nyebrang sekali lagi sebelum udahan renangnya. Dan tidak disangka-sangka, ketika saya baru setengah
perjalanan, tenaga saya sudah habis - benar-benar habis, sehingga mau menepi
pun susah sekali ._.
Saat badan sudah lemas, air kolam sudah terminum banyak,
tangan dan kaki tak bisa mendayung atau pun memberi sinyal, dan suara pun tak
bisa meminta tolong - hingga pada akhirnya Allah memberi beberapa tetes tenaga
terakhir sehingga akhirnya saya bisa menepi dan tidak jadi tenggelam -
alhamdulillaah.
Beberapa saat, beberapa menit, beberapa jam setelah kejadian
tersebut... Saya jadi selalu teringat tentang teman saya Sahlan Ramadhan yang membuat
status di media sosial:
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu (mastatha'tum) dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah
nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. At-Taghabun,
64: 16)
Sekarang, apa itu mastatha'tum ? Masih pada status yang
sama, beliau menceritakan suatu kisah menarik:
========================================================================
Pada suatu saat beliau ditanya oleh muridnya,
“Ya syekh, apa yang dimaksud dengan mastatha’tum”?
Sang Syekh-pun membawa muridnya ke sebuah lapangan. Meminta
semuanya muridnya berlari sekuat tenaga, mengelilingi lapangan semampu mereka.
Titik dan waktu keberangkatan sama, akan tetapi waktu akhir dan jumlah putaran
setiap murid akan berbeda. Satu putaran masih belum terasa. Putaran kedua
berkurang tenaga. Kini mulai berguguran perlahan di putaran ketiga. Hingga
tersisa beberapa saja yang masih berusaha sekuat tenaga. Hingga akhirnya satu
persatu merasa lelah, menyerah. Mereka semuapun menepi ke pinggir lapangan,
kelelahan. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga, semampu mereka.
Setelah semua muridnya menyerah, Sang Syekh-pun tak mau
kalah. Beliau berlari mengelilingi lapangan hingga membuat semua muridnya
keheranan. Semua murid kaget dan tidak tega melihat gurunya yang sudah tua itu
kepayahan. Satu putaran masih berseri seri. Dua putaran mulai pucat pasi. Tiga
putaran mulai kehilangan kendali. Menuju putaran yang keempat Sang Syekh makin
tampak kelelahan, raut mukanya memerah, keringat bertetesan, nafas
tersengal-sengat tidak beraturan. Tapi dia tetap berusaha. Beliau terus berlari
sekuat tenaga, dari cepat, melambat, melambat lagi, hingga kemudian beliaupun
terhuyung tanpa tanpa penyangga. Energinya terkuras habis tak tersisa. Beliau
jatuh pingsan, tak sadarkan diri.
Setelah beliau siuman dan terbangun, muridnya bertanya,
“Syekh, apa yang hendak engkau ajarkan kepada kami?”
“Muridku, Inilah yang dinamakan titik mastatha’tum! Titik di
mana saat kita berusaha semaksimal tenaga sampai Allah sendiri yang
menghentikan perjuangan kita”. Jawab Sang Syekh dengan mantap.
========================================================================
Yak, tidak sadar bahwa kejadian yang saya alami tadi adalah
mastatha'tum - bukan tenggelamnya yang ingin saya tekankan, tetapi apa yang
saya rasakan sebelum berenang hingga tetes terakhir.
Jadi.. hmm.. apa ya. Mungkin ini yang menyebabkan saya
mastatha'tum saat berenang:
1. Baca Bismallaahirrahmaanirrahiim, benerin niat,
2. Percaya diri bahwa saya masih bisa menyelesaikan sesuatu,
dan
3. Merasa nothing to lose - just do it dalam mengerjakan
sesuatu.
Dan hikmah lainnya yang saya dapatkan, itu tentunya rasa
syukur yang luar biasa karena Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk
bernafas di udara - dan bahwa kematian bisa datang dari arah yang tidak kita
duga-duga.
Akhir kata, semoga kita menjadi orang yang mastatha'tum -
berjuang hingga Allah yang memberhentikan kita dalam bertakwa kepada-Nya.
Banyak-banyak bersyukur dan mengingat kematian. As always, saya meminta masukan berupa kritik maupun saran agar kedepannya tulisan saya dapat menjadi lebih baik lagi, hatur nuhun~
Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh~
Hm.
ReplyDelete.mh
Delete